Lompat ke konten

Mengerjakan Kesempatan Seperti Yefta

Yefta adalah salah seorang hakim yang memimpin bangsa Israel dalam peperangan melawan bani Amon. Ia mengalami sebuah titik balik dalam hidupnya, dari seorang yang dibuang hingga menjadi penyelamat sebuah bangsa. Kisah Yefta yang tertulis di Hakim-Hakim pasal 11 dan 12 mengajar kita tentang bagaimana momen titik balik lahir dari upaya mengerjakan kesempatan yang Tuhan berikan.

Pada awalnya, Yefta mengalami kehidupan yang sulit dan berantakan. Ia lahir sebagai anak seorang pelacur, membuatnya diusir dari keluarga dan sukunya (Hk. 11:2). Ia pun sempat menjadi menjadi pemimpin dari perampok di Tanah Tob (Hk. 11:3). Sebuah kesempatan titik balik hadir ketika para tua-tua datang dan memintanya untuk memimpin Suku Gilead, suku yang telah membuangnya, berperang melawan bani Amon (Hk. 11:5-11).

Yefta memberikan respon yang tepat terhadap momen tersebut. Setelahnya tentu saja Yefta menjadi pemimpin Suku Gilead yang memiliki peran signifikan bagi bangsanya. Berikut beberapa hal yang dapat kita pelajari dari Yefta dalam mengerjakan kesempatan yang datang dari Tuhan.

Pertama, Yefta mengambil keputusan untuk mengerjakan kesempatan tersebut. Yefta bisa saja menolak permintaan para tua-tua untuk memimpin sukunya. Bagaimanapun, keluarga dan sukunya telah melukai hatinya dan mengusirnya. Keberadaan bani Amon juga sesungguhnya tidak terlalu mempengaruhi hidupnya sebagai seorang perampok.

Namun Yefta, dengan kondisinya saat itu, justru membawa seluruh permasalahan ini ke hadapan Tuhan. Ia mengiyakan permintaan tua-tua dengan melibatkan Tuhan. Ia bukan lagi perampok, ia berubah menjadi hakim pilihan Tuhan. Yefta pun mengakui apabila ia berhasil memimpin suku Gilead mengalahkan bani Amon, hal itu terjadi karena Tuhan yang berkehendak dan mengerjakannya

Sebagai hamba Tuhan, kita perlu belajar mengambil keputusan yang tepat atas kesempatan yang Tuhan berikan. Keputusan ini seringkali tidak mudah. Seperti Yefta yang harus menelan rasa sakit hatinya, kita pun sering kali perlu bergumul dengan keinginan hati kita. Kita perlu belajar untuk mendengarkan kehendak Tuhan dan mengambil keputusan yang sulit itu.

Kedua, Yefta menanggung konsekuensi untuk mengerjakan kesempatan tersebut. Ia bisa saja sekedar mengiyakan permintaan tua-tua dan langsung pergi memerangi bani Amon. Ia bahkan bisa menuntut orang-orang suku Gilead untuk memberikan pengorbanan dan perlindungan baginya karena suku Gilead yang memintanya untuk memimpin peperangan.

Akan tetapi, Yefta justru mengucapkan sebuah nazar yang akhirnya membuatnya harus merelakan anak perempuannya satu-satunya. Ia memahami betapa besar kesempatan yang Tuhan percayakan padanya dan betapa ia pun harus melakukan pengorbanan untuk bisa ikut mengerjakan kehendak Tuhan.

Kita pun perlu belajar membayar harga dalam mengerjakan kesempatan yang Tuhan berikan. Sesungguhnya semakin besar kesempatan yang Tuhan berikan, semakin besar pula harga yang perlu kita bayar untuk mengerjakannya. Kita tidak bisa mengharapkan perubahan terjadi apabila kita masih enggan berkorban untuk melakukan perubahan.

Ketiga, Yefta mengerjakan kesempatan itu dengan sepenuh kekuatan. Ia tidak mengerjakan tanggung jawabnya dengan setengah-setengah. Ia pun tidak mengerjakan tanggung jawabnya dengan asal-asalan kepada Israel dan Allah.

Sebaliknya, Yefta berusaha mengerjakan kesempatannya untuk memimpin Israel dengan baik. Ia melakukan upaya diplomasi, menyusun strategi, mengalahkan lawan Israel, hingga mengambil keputusan sulit terhadap suku lain Israel. Seluruh hal itu pun ia lakukan dengan mengakui kehendak dan kuasa Allah. Ia bekerja dengan baik dan tetap mengandalkan Allah dalam setiap langkahnya.

Demikianlah kita belajar untuk mengerjakan kesempatan yang Tuhan berikan dengan sebaik-baiknya. Tanpa kita kerjakan dengan baik, kesempatan bisa jadi hanya berlalu begitu saja tanpa menjadi momen titik balik yang mengubah kehidupan kita. Kita perlu memahami bahwa ada bagian yang akan Tuhan kerjakan, namun ada juga bagian yang menjadi tanggung jawab kita.

Kesulitan hidup yang Yefta alami justru membawanya pada titik balik kehidupan. Tuhan mengubahkan seluruh kehidupannya dan Yefta mengerjakan kesempatan yang Tuhan berikan dengan baik. Kini kita pun perlu memaknai kesulitan hidup dengan sedikit berbeda. Bisa jadi kesulitan kita justru Tuhan pakai untuk mengubahkan kehidupan kita, ketika kita siap mengerjakan kesempatan yang Tuhan beri.

Catatan

Gambar adalah lukisan berjudul “Der siegreiche Feldherr Jephta begegnet seiner Tochter,” karya Hieronymous Francken III (1611–setelah 1661). Ditayangkan dalam situs Wikimedia Commons.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *