Notice: Fungsi _load_textdomain_just_in_time ditulis secara tidak benar. Pemuatan terjemahan untuk domain neve dipicu terlalu dini. Ini biasanya merupakan indikator bahwa ada beberapa kode di plugin atau tema yang dieksekusi terlalu dini. Terjemahan harus dimuat pada tindakan init atau setelahnya. Silakan lihat Debugging di WordPress untuk informasi lebih lanjut. (Pesan ini ditambahkan pada versi 6.7.0.) in /home/komunit3/domains/kakara.id/public_html/wp-includes/functions.php on line 6114
Jika Kita Lemah Maka Kita Kuat – K A K A R A
Lompat ke konten

Jika Kita Lemah Maka Kita Kuat

Musa adalah seorang Israel yang memiliki status sosial lebih tinggi dibandingkan dengan kaum sebangsanya karena sempat diangkat sebagai anak oleh putri Firaun dan tinggal di istana kerajaan Mesir. Dia tumbuh di dalam kemewahan dan mendapatkan pendidikan yang layak. Namun karena kesalahan dalam amarahnya, Musa harus melepaskan segala kesenangan dan kemewahan hidup tinggal di istana. Dia turun takhta dari seorang bangsawan menjadi penggembala domba.

Jatuh-bangun ketaatan Musa memenuhi panggilan Allah mewarnai sepanjang kepemimpinannya atas bangsa Israel. Dari Musa, kita dapat belajar bagaimana masa-masa sulit justru mengasah Musa menjadi pemimpin yang layak di hadapan Allah. Kelemahan dan kegagalan yang dia miliki justru menjadi alat bagi Allah untuk menyempurnakan kuat kuasa-Nya (2 Kor. 12:9). Titik terendah dalam hidupnya justru menjadi titik balik di mana dia kembali percaya sepenuhnya pada otoritas dan penyertaan Allah.

Sejak masa perbudakan bangsa Israel di tanah Mesir hingga berhasil memasuki tanah perjanjian, Musa terus bergulat dengan sifat amarahnya1. Musa tidak hanya marah kepada bangsa yang tegar tengkuk itu, dia juga pernah marah kepada Allah. Kelemahan sifatnya ini sangat mempengaruhi tindakannya selama memimpin bangsa Israel. Namun di balik kelemahannya, terdapat titik-titik balik yang Musa alami dan dapat kita pelajari.

Titik balik pertama adalah peristiwa pembunuhan seorang mandor Mesir yang sengaja disembunyikan Musa. Keputusan Musa membela ketidak-adilan terhadap kaumnya Ibrani menegaskan sebuah sikap rendah hati. Ia sangat mengasihi saudara sebangsanya hingga harus melakukan dosa dan mengorbankan status kebangsawanannya.

Bukannya memimpin sebuah bangsa, dia malah berakhir dengan menggembalakan kawanan domba. Masa-masa senang yang dia alami selama 40 tahun di Mesir diganti dengan hidup seadanya di Midian. Selama masa itu, Musa menjadi terlatih dengan didikan dari Allah yang mempersiapkannya menjadi pemimpin atas bangsanya.

Peristiwa ini mengajarkan kita bahwa ada harga yang harus dibayar saat mengambil keputusan untuk mentaati kehendak Allah di masa-masa sulit. Karenanya, kita butuh kerendahan hati untuk sujud meminta hikmat dari Allah daripada mengandalkan ego. Roh Allah akan memberi kita pengertian untuk memahami bahwa kesulitan mampu mengasah kita menjadi rendah hati dan mau berkorban.

Tiap kesulitan juga dapat melatih sejauh mana kita mengenal diri sendiri untuk setia dan taat pada Firman Allah. Mengakui kelemahan akan membantu kita dibentuk menjadi pribadi yang lebih kuat dan menolong kita untuk tidak sombong dan mengandalkan kekuatan sendiri.

Titik balik kedua adalah peristiwa perjumpaan Musa dengan Allah di semak duri menyala. Peristiwa ini mengubahkan Musa hingga akhirnya mau menaati panggilan Allah kembali ke Mesir. Hal ini menyatakan bahwa Musa bersedia meninggalkan zona nyaman dan hanya bergantung pada Allah.

Hidup aman selama 40 tahun di Midian mungkin cukup menjadi alasan bagi Musa menolak terlibat lagi dengan kisah kelam dengan orang Mesir. Namun saat Musa melihat mukjizat dan janji penyertaan Allah, dia menjadi sangat yakin dan percaya akan kendali-Nya. Kepercayaan dirinya menjadi sempurna sebab Allah telah mempersiapkan segala sesuatu untuk menolongnya.

Kisah ini mengajar kita untuk terus taat atas panggilan Allah. Saat menerima perintah-Nya, kita harus yakin bahwa Allah akan selalu mempersiapkan segalanya. Allah selalu menyediakan yang kita perlukan saat kita dipilih untuk melaksanakan perintah-Nya. Kita akan mampu melakukannya jika percaya dan mau bergantung sepenuhnya akan penyertaan-Nya.

Tentu, meninggalkan zona nyaman adalah hal yang sulit. Apalagi dengan potensi kesulitan-kesulitan yang harus dihadapi. Akan tetapi, kesulitan itu akan membantu kita mengalami perubahan hidup menjadi lebih baik dan lebih tangguh dalam berbagai keadaan.

Kisah Musa mengajarkan bahwa justru ketika kita mengaku lemah, maka sebenarnya kita kuat di dalam mengharap kekuatan dari Allah. Menyandang status anak-anak Allah memang tak lantas menjadikan kita luput dari kelemahan, bukan pula membuat kita terhindar dari masa-masa yang sulit. Namun saat masa sulit tiba, kita harus percaya bahwa Allah mampu menguatkan kita yang lemah ini untuk melaluinya.

Catatan

1 “Seri Terang Ilahi. Musa: Amarahnya dan Harga Yang Harus Dibayarnya” dalam situs Our Daily Bread.

Gambar adalah lukisan berjudul “Moses Before the Burning Bush,” karya Claude Mellan (1598–1688). Ditayangkan dalam situs Wikimedia Commons.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *