Dalam kurun waktu setahun, berapa kali Anda pernah mendengarkan khotbah yang menyinggung perihal hukum? Saya duga Anda tidak butuh sepuluh jari untuk menghitungnya. Topik tentang hukum, khususnya dari Perjanjian Lama (PL) tampak jarang dibahas di dalam khotbah di gereja maupun persekutuan mahasiswa dan alumni. Salah satu penyebabnya karena topik itu cenderung dianggap rumit, kurang menarik, dan boyak.
Apabila kita mengesampingkan anggapan keboyakan, lalu membaca alkitab dengan mencermati isu-isu sosial, ekonomi, politik, hukum dan lain sebagainya, maka kita dapat mendulang kekayaan yang terkandung di dalamnya. Contohnya, peraturan tentang hak-hak manusia di Keluaran 23:1-13 menguraikan bagaimana seharusnya orang Israel menghargai hak orang miskin, orang asing dan pekerja. Peraturan ini tampak bersesuaian dan mengilhami hukum tentang hak manusia yang diberlakukan di Indonesia.
Hukum tentang hak manusia dalam Keluaran 23:1-13 memang ditujukan dan diberlakukan bagi bangsa Israel pada masa itu. Lantas, apa kaitannya dengan masa kini? Sam Tumanggor menyebutkan bahwa Perjanjian Lama memberi kita rupa-rupa teladan, contoh kasus, ilham, bahan kajian tentang cara menjabarkan peran pengikut Kristus di tengah bangsa, masyarakat, dan dunia.1 Melalui bagian alkitab yang tertulis di Keluaran 23:1-13, saya mencermati ada tiga kajian yang dibahas terkait hak-hak manusia.
Pertama, orang miskin berhak untuk diperhatikan dan dilindungi. Bangsa Israel diperintahkan untuk memperhatikan orang miskin dalam hal pemenuhan kebutuhan dasar kehidupan, yaitu makanan. Pada tahun ketujuh, orang Israel yang memiliki tanah, kebun anggur dan zaitun harus meninggalkan hasil panennya untuk orang miskin. Melalui penerapan hukum ini, orang-orang miskin dapat memperoleh makanan dari hasil panen, namun mereka harus mengumpulkan sendiri hasilnya.
Di masa kini, prinsip yang sama juga masih diperjuangkan oleh Indonesia. Negara mengatur hukum tentang penanganan fakir miskin, mulai dari kecukupan pangan, sandang, dan perumahan, pelayanan kesehatan, pendidikan dan seterusnya.2 Harapannya, orang miskin menjadi lebih berdaya dan mandiri mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Namun, berbagai program yang dilakukan masih belum berfungsi dengan karena kebanyakan bentuknya berupa bantuan langsung dan bersifat sementara.
Kedua, orang asing berhak untuk diperlakukan dengan baik. Bangsa Israel dilarang untuk menekan orang asing. Mereka juga diingatkan kembali akan status sebagai orang asing saat mereka diperbudak oleh bangsa Mesir. Melalui penerapan hukum ini, bangsa Israel diatur untuk dapat hidup berdampingan dan bekerja sama dengan bangsa lainnya untuk membangun peradaban yang lebih baik.
Di masa kini, prinsip yang serupa juga diatur oleh negara melalui hukum tentang hak kepemilikan tanah dan bangunan orang asing. Dalam penerapannya, Warga Negara Asing (WNA) yang tinggal di Indonesia hanya memiliki hak pakai dan hak sewa, bukan hak milik.3 Namun, peraturan yang bertujuan baik ini malah diselewengkan oleh beberapa oknum WNA yang mendapatkan kepemilikan atas beberapa pulau pribadi di Indonesia.4 Hukum tidak lagi tepat sasaran, malah menimbulkan sengketa.
Ketiga, pekerja berhak diperhatikan dan dilindungi. Hukum yang diatur dalam bagian ini juga selaras dengan Hari Sabat yang tertulis di Sepuluh Hukum Taurat. Bangsa Israel diijinkan untuk bekerja selama enam hari lamanya, namun pada hari ketujuh mereka harus berhenti untuk beristirahat dan melepaskan lelah. Tak hanya berlaku bagi mereka saja, namun juga bagi ternak, budak dan orang asing juga berlaku hak istirahat yang sama.
Di Indonesia, prinsip mengenai waktu kerja juga diatur dalam UU tentang ketenagakerjaan. Perusahaan dan lembaga pemerintahan memberikan hak berupa jam istirahat, hari cuti, dan hari libur perayaan agama.5 Malangnya, masih ada pekerja yang tidak diperhatikan dan dilindungi. Beberapa perusahaan mempekerjakan karyawan melebihi waktu dan tidak membayarkan upah sesuai ketentuan. Pelanggaran seperti ini juga belum ditindak tegas oleh pihak yang berwenang.
Bukankah hukum disusun dan diberlakukan untuk mewujudkan hidup yang teratur, aman, dan tertib dalam bermasyarakat dan bernegara? Sungguh kacau rasanya membayangkan bila tidak ada hukum dan peraturan! Dari ketiga contoh kajian tentang hak manusia tersebut, kita melihat bahwa Alkitab juga membahas topik yang erat kaitannya dengan kehidupan kita sehari-hari. Jadi, masihkah perihal hukum terkesan boyak?
Mari mencoba menilik lebih cermat dan utuh tentang berbagai bidang kehidupan yang tertulis di Perjanjian Lama. Dengan sikap rendah hati dibarengi ketajaman berpikir, kita akan menemukan ilham, teladan dan kajian yang penting, berharga, dan tak seboyak yang kita pikirkan.
Catatan
1 Sam Tumanggor. Di Bumi Seperti Di Surga #1. Jakarta: Yayasan Karya Kata Nusantara, 2019, hal. 56.
2 Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin.
3 Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
4 Fiki Ariyanti. 2017. “Ada 50 Pulau Pribadi, Ini Modus Orang Asing Punya Pulau di RI” dalam situs Liputan 6. <https://www.liputan6.com/bisnis/read/2820078/ada-50-pulau-pribadi-ini-modus-orang-asing-punya-pulau-di-ri>
5 Lihat pasal 79 mengenai waktu kerja di Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Foto diambil oleh Andy Al Mesura dalam situs Unsplash. <https://unsplash.com/photos/JuR8sxg9aYo>