Notice: Fungsi _load_textdomain_just_in_time ditulis secara tidak benar. Pemuatan terjemahan untuk domain neve dipicu terlalu dini. Ini biasanya merupakan indikator bahwa ada beberapa kode di plugin atau tema yang dieksekusi terlalu dini. Terjemahan harus dimuat pada tindakan init atau setelahnya. Silakan lihat Debugging di WordPress untuk informasi lebih lanjut. (Pesan ini ditambahkan pada versi 6.7.0.) in /home/komunit3/domains/kakara.id/public_html/wp-includes/functions.php on line 6114
Tak Kalah Melawan Petaka Wabah – K A K A R A
Lompat ke konten

Tak Kalah Melawan Petaka Wabah

Nusantara sudah sejak lama mengalami petaka wabah. Sejauh ini cerita tertua mengenai petaka wabah di Nusantara adalah kisah tentang Calon Arang, janda sakti yang menebar penyakit mematikan kepada masyarakat di Jawa Timur abad ke-11.1 Sumber dari abad-abad berikutnya mencatat petaka wabah di Nusantara akibat perdagangan antarbangsa, bencana alam yang diikuti perubahan iklim, dan perang.2 

Berbagai petaka wabah di Nusantara masa lampau sesungguhnya memberi kita pelajaran-pelajaran berharga seputar dampak wabah terhadap penduduk Nusantara. Setidaknya ada empat pelajaran yang perlu kita camkan agar kita tak kalah melawan petaka wabah. 

Pertama, kita harus bertindak sedini mungkin dalam mencegah munculnya wabah dan bergerak secepat mungkin dalam membatasi penyebarannya. Virus atau bakteri penyebab wabah dapat memakan banyak korban sebab dapat menyebar dengan sangat pesat. Semakin lambat kita bergerak, akan semakin sulit dan mahal bagi kita untuk mengatasinya.

Kita harus belajar dari sejarah yang menunjukkan bahwa penduduk Nusantara pernah bergerak lamban dalam mengatasi wabah. Sebagai contoh, pada abad ke-20, ketika pandemi Flu Spanyol menyerang Indonesia, baik masyarakat umum, pemerintah, maupun dokter lamban merespons. Akibatnya banyak nyawa terenggut.3 

Kedua, kita harus memprioritaskan perlindungan dan pertolongan terhadap kaum ekonomi lemah di masa petaka wabah. Meski wabah dapat menyerang siapa pun, dampak terparah biasanya dirasakan oleh kaum lemah. Dengan memprioritaskan kaum ekonomi lemah, bangsa kita akan punya daya tahan lebih besar sehingga tak kalah melawan wabah.

Petaka wabah terasa lebih berat bagi kaum ekonomi lemah karena, antara lain, mereka tidak memiliki infrastruktur sanitasi yang baik ataupun kesadaran yang tinggi mengenai hidup bersih-sehat. Tambahan lagi, mereka kurang memiliki akses kepada fasilitas medis yang mumpuni ataupun uang yang cukup untuk biaya pengobatan.

Sejarah Nusantara telah menunjukkan kerentanan kaum ekonomi lemah di tengah wabah. Sebagai contoh, ketika wabah kolera melanda Nusantara di abad ke-19 dan ke-20, walaupun ada raja Nusantara dan pejabat Hindia Belanda yang tewas olehnya, korban lebih banyak berjatuhan di kalangan masyarakat kelas bawah.4 

Ketiga, kita bersama segenap elemen bangsa harus ikut serta dalam perang melawan wabah. Kita sangat memerlukan peran tenaga medis dalam mengobati pengidap wabah, peran pemerintah dalam mengelola kebijakan, dan peran masyarakat awam dalam menjaga kesehatan serta menerapkan gaya hidup yang sehat. Wabah, apalagi pandemi, dapat berdampak bagi segenap bangsa, sehingga kita semua bertanggung jawab untuk melawannya.

Dalam sejarah ada pula contoh peran serta seluruh elemen bangsa dalam melawan wabah. Pada abad ke-20, ketika wabah El Tor masuk Indonesia (dan vaksinnya baru ditemukan puluhan tahun kemudian), para dokter bergiat mengobati korban wabah, pemerintah sigap menerbitkan peraturan tentang wabah dan pembatasan sosial, dan masyarakat menerapkan pola hidup bersih dan rajin membersihkan lingkungan.5 

Tiga pelajaran di atas sungguh berguna untuk menyiapkan kita kalau-kalau petaka wabah terjadi lagi (seperti wabah Korona yang rebak di tahun 2020). Kita akan menjadi peka terhadap gejala wabah dan tidak sekali-kali memandang remeh dampaknya. Kita juga akan berpikir panjang dan antisipatif dalam memperkuat kesehatan masyarakat.

Kembali ke kisah Calon Arang, janda sakti ini tak kalah melawan pasukan Raja Airlangga yang berupaya menghentikan wabah. Petaka itu baru dapat dihentikan oleh Empu Bharada, seorang pertapa yang belajar dari kegagalan raja, menemukan kelemahan Calon Arang, dan menaklukannya. Kita juga, dengan mendulang pelajaran dari kasus-kasus di masa lampau, tak akan kalah melawan petaka wabah.


Catatan

1 “Wabah penyakit dalam catatan sejarah di Indonesia” dalam situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. <http://arkenas.kemdikbud.go.id/contents/read/article/67ihzv_1586426994/wabah-penyakit-dalam-catatan-sejarah-di-indonesia#gsc.tab=0>.

2 “Nusantara terdampak wabah penyakit yang melanda dunia” dalam situs Historia. <https://historia.id/kuno/articles/nusantara-terdampak-wabah-penyakit-yang-melanda-dunia-vx2ld>.

3 “Hindia Belanda kalah melawan wabah” dalam situs Republika. <https://republika.co.id/berita/q8u61x282/hindia-belanda-kalah-melawan-wabah>.

4 “Raja Nusantara korban wabah penyakit” dalam situs Historia. <https://historia.id/politik/articles/raja-nusantara-korban-wabah-penyakit-DpgEl>; “Gagap hadapi wabah sejak kolera” dalam situs Voice of Indonesia. <https://voi.id/artikel/baca/5078/gagap-hadapi-wabah-sejak-kolera>.

5 “Melawan Wabah El Tor” dalam situs Historia. <https://historia.id/sains/articles/melawan-wabah-el-tor-DnoY4>; “Sejarah Nusantara menghadapi wabah” dalam situs Kumparan <https://kumparan.com/kumparannews/sejarah-nusantara-menghadapi-wabah-1t2kofqzNpl/full>.

Foto diambil oleh Mufid Majnun dalam situs Unsplash <https://unsplash.com/photos/cN20SvH9uk8>.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *