Perayaan Natal begitu semarak dengan pesan tentang kelahiran Yesus Kristus sebagai Juruselamat. Banyak umat Kristen termasuk saya, sangat akrab dengan identitas ini. Tanpa disadari, kita menjadi terpaku dengan identitas “Juruselamat” dan malah abai dengan sosok “Raja” dari Yesus. Padahal, bila kita menilik kembali, Yesus memiliki gelar yang menunjukkan identitas ke-raja-an Yesus.
Alkitab mencatumkan dengan jelas bahwa Yesus adalah Raja. Salah satunya dituliskan di Yesaya 9:6, nubuat tentang kelahiran “Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai.” Dalam ayat ini, Yesus diakui dan diberikan gelar sebagai Raja Damai yang memerintah.
Gelar Raja Damai yang disematkan pada Yesus itu menunjukkan kuasa dan kedaulatan-Nya. Dia adalah Raja yang lahir untuk mendamaikan hubungan manusia dengan Allah sekaligus juga hubungan manusia dengan sesama dan ciptaan lainnya. Damai (shalom) yang dibawa Yesus itu bukan perkara keselamatan jiwa semata, namun juga berarti kesejahteraan dan kelimpahan pada seluruh bidang kehidupan kita yang berada di bawah pemerintahan-Nya.
Shalom yang dibawa Kristus ini jelas bernilai mulia dan agung dibandingkan kedamaian yang ditawarkan oleh dunia (Yoh.14:27). Damai yang kita terima dari Kristus pun sejatinya akan menumbuhkan minat dan tanggung jawab kita untuk ikut serta menghadirkan shalom berupa nilai-nilai kebenaran, keadilan, kejujuran, kesetiaan di tengah dunia. Dengan menyadari kebenaran ini, kita menjadi lebih sungguh-sungguh belajar hidup dengan sikap khidmat dan taat menjadi abdi-Nya.
Hanya saja, sebagian umat Kristen masa kini yang tidak akrab dengan pemerintahan dalam bentuk “kerajaan” mungkin agak sulit menghayati identitas Yesus sebagai Raja. Terlebih lagi kita, umat Kristen di Indonesia, hidup di dalam sistem pemerintahan demokratis yang mengusung prinsip kekuasaan dari, oleh, dan untuk rakyat. Alhasil, kita kurang memiliki gambaran tentang sistem kerajaan dan pemerintahannya.
Sebetulnya di dalam catatan sejarah Nusantara, ada banyak kerajaan bermunculan, memerintah, dan bahkan masih ada sampai saat ini. Salah satunya adalah Keraton Yogyakarta, dengan seorang sultan sebagai “raja”-nya. Dalam tata pemerintahannya, sultan menentukan peraturan yang berlaku; abdi dalem dan prajurit Keraton melayani Raja. Contoh tersebut, meskipun tidak sama persis, cukup mampu memberikan gambaran pemerintahan dalam bentuk kerajaan.
Dalam Kerajaan Allah, Yesus Kristus adalah Raja Damai yang bertahta, berdaulat dan memerintah terhadap seluruh bumi dan isinya, termasuk manusia. Dalam tata pemerintahan-Nya, kita sebagai pengikut Yesus, bertugas sebagai abdi Raja. Dengan demikian, kita seyogyanya menunjukkan pengabdian, penghormatan dan pengakuan tertinggi terhadap Yesus Kristus, Sang Raja Damai.
Sebagai abdi Raja, apa saja yang dapat kita lakukan untuk merayakan kedatangan Yesus, Sang Raja Damai? Wilayah kekuasaan kerajaan Kristus mencakup berbagai bidang kehidupan di bumi. Maka pewujudnyataan ke-raja-an Yesus adalah dasar orang Kristen untuk rajin berbuat baik dan berkarya di berbagai bidang kehidupan yang diadakan-Nya, diminati-Nya dan dirajai-Nya.1
Apabila kita orang Kristen menyadari dan belajar menghayati ke-raja-an Yesus itu, kita akan bergiat dan bersungguh-sungguh berbuat baik dalam berbagai bidang kehidupan sebagai wujud ketundukan terhadap Sang Raja. Kita akan menjadi lebih peka dan tanggap terhadap isu, masalah dan situasi yang terjadi di lingkungan pekerjaan, masyarakat, bangsa dan bahkan dunia. Semua itu kita kerjakan menghadirkan damai kesejahteraan di tengah dunia sebagai abdi-abdi Raja Damai.
Dengan penuh penghormatan, mari kita rayakan Natal dengan mengakui dan menyambut Yesus sebagai Raja Damai yang bertahta dan memerintah dengan kasih dan keadilan. Ia telah datang dan akan datang kembali kelak untuk menghadirkan kesempurnaan damai itu. Maranata!
Catatan
1 Sam Tumanggor. Di Bumi Seperti Di Surga #3. Jakarta: Yayasan Karya Kata Nusantara, 2019, hal. 82
Foto diambil oleh William Krause dan ditayangkan dalam situs Unsplash.